Thursday, May 16, 2013


KJ mulai berkiprah di SMPN 179

            Ekskul yang baru terbentuk di SMPN 179 dengan nama Kelompok Jurnalistik (KJ). Ekskul yang sudah cukup lama di tunggu oleh siswa-siswi SMPN 179, akhirnya terbentuk pada tanggal 29 September 2012 dengan anggota 14 orang.
          Ekskul yang menampung siswa-siswi yang berbakat dalam hal jurnalistik atau menulis. Hari pertama kegiatan Kelompok Jurnalistik (KJ) adalah membicarakan nama majalah dan visi misinya. Walaupun hanya 14 orang mereka tetap berlatih dengan semangat.
          Kelompok Jurnalistik (KJ) digabung dengan Kelompok acting dalam ekskul “Sanggar Bahasa”. Tetapi mereka menginginkan untuk berdiri sendiri jika sudah benar-benar kokoh.
          Hari kedua latihan yang datang hanya 9 orang. Sebenarnya, banyak banget siswa-siswi 179 yang berbakat. Mungkin, mereka belum berminat. Karena Kelompok Jurnalistik (KJ) baru terbentuk dan anak-anak KJ juga belum promosi. Hari Kedua anak-anak KJ melakukan wawancara dengan siswa-siswi SMPN 179 tentang Hari Sumpah Pemuda.
          Untuk Kelompok Jurnalistik (KJ) mudah-mudahan bisa berkiprah dimanapun dan selalu sukses dalam berbagai lomba.
              Hari sabtu 4 mei 2013 Kelompok Jurnalistik (KJ) mengikuti lomba Hari Air Dunia yang diadakan Universitas Indonesia dan Kementrian Pekerjaan Umum. Lomba diadakan dia Gedung Rektorat Universitas Indonesia. Dengan semangat mereka semua mengikuti lomba. 
            Waktu pengumuman telah tiba. Juara III berasal dari SMP Negeri 179 Jakarta atas nama Salindri Dara. Juara II berasal dari SMP Negeri 179 Jakarta atas nama Alfi Nabila. Dan Juara I berasal dari SMP Negeri 179 juga dengan nama Riska Kurnia S. Wihhhh keren banget kan tiga-tiganya dibawa pulang sama anak Kelompok Jurnalistik (KJ) Smp N 179. Terus berlatih ya, semoga terus sukses.... 

Bu Wati terima kasih!!!! Love You bu 



Wednesday, May 15, 2013

Menunggu Lukisan Indah dari Tuhan

Menunggu Lukisan Indah dari Tuhan

Menunggu Lukisan Indah dari Tuhan

Rounded Rectangle: Menunggu Lukisan Indah dari Tuhan         Dapat dua piala besar dalam lomba Menulis Surat untuk Ibu Negara adalah lukisan terindah yang Tuhan berikan untukku. Mungkin nggak ya, Tuhan kirim lagi kemenangan untukku?
            Aha, ada lomba menulis lagi. Kali ini lomba menulis puisi. Seperti biasa, guru Bahasa Indonesiaku menyampaikan informasi ini ke semua siswa di sekolahku. Siapa yang berminat diharapkan segera mengirimkan tulisannya untuk diseleksi.
Aku segera mengirimkan tulisanku. Aku nggak mau sia-siakan kesempatan ini. Aku berlatih menulis puisi dengan sungguh-sungguh. Untuk persiapan lomba ini tuh berat banget. Ada yang menghambat latihanku.
Aku punya masalah dengan teman sekelasku. Awalnya, gara-gara mereka nggak pernah mau kerja kelompok. Semua tugas kelompok selalu aku yang mengerjakan, tetapi nilai kita sama. Enak di mereka nggak enak di aku ‘kan! Awalnya aku terima mereka, tapi akhirnya aku nggak bisa terima.
            Masalah ini semakin panjang. Dulunya kita sahabatan tapi sekarang kita musuhan. Aku dan temanku sering berantem. Karena aku yang nggak terima sikap mereka dan mereka juga nggak mau terima sikap aku yang sekarang. Aku memilih pindah tempat duduk di depan jauh dari mereka. Mereka nggak terima kalau aku pindah tempat duduk.
            Mungkin mereka nggak pernah bisa mengetahui keadaanku. Sampai akhirnya, mereka agak nggak suka kalau aku ikut lomba puisi. Bahkan salah satu dari temanku sempat menyumpahi aku kalau lomba kali ini aku nggak akan berhasil.
Aku nggak tenang. Beban berat inilah yang mengganggu persiapan lomba. Aku selalu memikirkan jalan keluar dari masalah ini supaya aku tidak terlarut dalam masalah. Namun rasanya aku tak mampu. Akhirnya, aku mengadukan masalah ini kepada ibuku. Ternyata, ibuku sudah mengetahui masalah ini.
            Waktu lomba puisi tinggal dua hari lagi masalahku belum selesai. Aku mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari lomba. Karena tidak tega melihat anaknya seperti ini, ibuku mendatangi sekolahan untuk bertemu dengan wali kelasku. Malamnya aku nggak sengaja mendengar pembicaraan ibuku dengan wali kelasku. Ibuku meminta waktu kepada wali kelasku untuk bertemu. Hari itu juga aku mengirimkan pesan singkat kepada guru Bahasa Indonesiaku tentang aku yang mengundurkan diri dari lomba.
***
Siang ini, saat pelajaran olahraga, aku dipanggil sama guru Bahasa Indonesiaku di ruang guru.
“Kenapa Kamu mengundurkan diri ?”
Aku hanya bisa terdiam dan tertunduk.
“Kamu punya masalah sengan siapa?”
Mendengar pertanyaan tersebut mataku sudah tidak tahan dan akhirnya tumpah dalam tangisan. Aku ceritakan semua persoalan yang sedang kuhadapi.Dengan kata-kata bijaknya guruku memberikan semangat pada diriku.
“Kalau kamu mundur yang ada temanmu menertawakanmu. Tandanya mereka berhasil membuat Kamu mundur dari lomba kali ini”. Setelah aku berfikir sejenak, aku tidak akan mengundurkan diri dalam lomba menulis puisi kali ini.
            Di hari yang sama, ternyata ibuku mendatangi sekolah untuk menemui wali kelasku. Hal yang tak kuduga sebelumnya. Aku takut kalau masalah ini diketahui oleh wali kelasku nanti aku malah dikatain anak tukang ngadu. Tetapi ibuku benar-benar mengadu. Kedatangan ibuku tidak ada yang mengetahui. Setelah ibuku pulang, aku dipanggil sama wali kelasku di ruang BP. Di ruang BP aku hanya bisa menangis. Mulutku terdiam nggak bisa ngeluarin kata-kata. Beliau menyuruhku untuk tetap mengikuti lomba.
Kelima temanku yang bermasalah denganku dipanggill di ruang BP. Kita mnyelesaikan semua masala ini di ruang BP. Hasilnya maslah aku dengan temanku selesai.
            Malamnya, aku berlatih menulis puisi dengan sungguh-sungguh. Aku harus bisa buktikan kalau aku bisa juara meskipun dalam keadaan seperti ini. Berat beban tubuh ini untuk melangkah tapi kuringankan kaki ini untuk berjalan. Aku berfikir bahwa Tuhan tidak akan mungkin memberikan cobaan di luar kemampuan umatnya. Kata ibuku “kalau kamu mendapatkan cobaan, artinya Tuhan masih sayang sama kamu”.
            Waktu lomba menulis puisi pun tiba. Pagi-pagi sekitar jam 07.00 WIB, aku berangkat bersama kedua temanku dan satu orang guruku. Kami berangkat dari sekolah menggunakan angkot 09 untuk menuju gor Ciracas. pasti aku tidak akan menadaptkan juara dan aku tidak akan bisa membawa pulang piala.
Aku berangkat dengan perasaan takut dan cemas. Aku tidak yakin kalau lomba kali ini diriku akan menjadi juara. Tetapi, perasaan itu seakan berubah ketika aku sampai didepan gor tempat pelaksanaan lomba. Diriku berubah mennjadi semangat banget.
Ruangan gor dipenuhi para peserta, ada ratusan peserta yang mengikuti lomba gebyar puisi. Peserta tersebut berasal dari berbagai penjuru di DKI JAKARTA. Lomba yang sangat menegangkan.
Tema lombanya adalah “Mencari Seorang Pemimpin Idaman”. Ada beberapa kategori yaitu, balada, religious, dan humoris. Aku mengambil kategori “Religius”.
Setelah upacara pembukaan dilaksanakan, lomba menulis puisi pun segera dimulai. Panitia memberikan waktu dua jam. Waktu dua jam aku gunakan sebaik-baiknya untuk membuat puisi yang bagus dan  indah.
Pukul 12.00 WIB lomba selesai, hasil puisi dikumpulkan kepada panitia.  Kami pergi meninggalkan gor menuju mall Graha Cijantung untuk makan siang. Aku sangat tidak yakin dengan lomba kali ini, pasti aku tidak akan menadaptkan juara dan
Saat makan siang, aku sempat menulis status si akun twitterku “Nggak berharap dalam lomba kali ini”.
            Jam 14.00 WIB kami berempat kembali ke gor. Pengumuman pun tiba. Ternyata pikiranku tadi itu benar, aku kalah dalaam lomba kali ini. Pulang dengan rasa kecewa, sedih dan malu karena tidak ,membawa piala. Malu banget rasanya tapi mau gimana lagi aku memang kalah.
Malam ini aku tidak bisa tidur, aku merasa malu karena pulang tidak membawa piala. Hari yang benar-benar sial bagi diriku. Mungkin saat ini aku bukanlah sang juara tapi di lain kersempatan pasti aku bisa menjadi sang juara. Besok siang aku harus masuk sekolah.
Aku berangkat sekolah dengan wajah pucat karena kondisi tubuhku yang melemah. Saat sampai di sekolah teman-teman bertanya “Kemarin lombanya menang apa kalah?” Aku hanya bisa diam dan tertunduk.
            Aku berfikir buat apa aku malu? Aku sudah bangga bisa jadi perwakilan sekolah. Hati kecilku berkata “Jangan sampai masalah ini menghitakan langkahku perjalananku masih panjang”.
            Kondisi tubuhku melemah parah. Aku adalah anak yang paling sebel kalau disuruh minum obat, tapi kalau udah parah semuanya aku bikin pusing. Dengan menuruti perintah ibuku, aku berobat kerumah sakit.
Aku mengikuti saran dokter untuk beristirahat satu hari untuk memulihkan kondisi tubuhku. Akhirnya, hari Senin aku tidak masuk sekolah.
            Kondisiku sudah mulai membaik. Aku berangkat sekolah seperti biasa dan pulang seperti biasa. Dengan ketegaranku, aku berhasil melewati hari-hariku. Aku kembali seperti dahulu menjadi anak yang selalu ceria.
***
            Satu bulan berlalu aku tidak mengikuti lomba, aku akan mengikuti lomba kembali. Aku harus bisa membuktikan kalau diriku belum menyerah.
Aku akan mengikuti lomba karya tulis dengan tema “Sanitasi dan Pengamanan Air Minum” yang diadakan oleh Kementrian Pekerjaan Umum (PU). Lomba kali ini aku berharap agar bisa menjadi juara. Aku berlatih dengan guruku dengan sungguh-sungguh.
            Aku akan bangkit dari kekalahan. Aku pasti bisa menjadi juara. Dengan niat dan kegigihan. Semoga Tuhan mengirimkan lagi kemenangan ini untukku. Denagn persiapan yang sangat matang dan mental yang kuat.
            Setiap ikut lomba menulis aku selalu menang. Tetapi, kemarin itu aku gagal jadi aku kaget. Dalam perlombaan pasti ada menang dan kalah. Kalau terus-terusan menang, nanti kasihan  orang lain. Tapi kalau kalah juga sedih. Lomba kali ini harus semangat.
            Dua minggu sebelum lomba aku beserta peserta yang lain diajak untuk turun langsung kelapangan untuk melihat tempat pengolah sampah di daerah DKI JAKARTA. Pertama, kami diajak ke Tempat Pemroses Akhir (TPA) Bantar Gebang. Di TPA Bantar Gebang kiata diajari mengolah sampah dengan baik. Tempat kedua yang kami kunjungi adalah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di komplek Angkatan Udara Halim Perdanakusuma. Di TPST sampah dipilah yang diambil hanya sampah organik, sampah organic etrsebut dijadikan pupuk kompos. Terakhir, kami diajak ke tempat Pengolahan Air Limbah di Setia Budi. Lomba diundur yang awalnya tanggal 16 Mei menjadi tanggal 26 Mei. Masih banyak waktu, aku harus berlatih lebih giat.
            Hari ini tepatnya hari Sabtu tanggal 26 Mei 2012, aku melaksanakan lomba. Hari ini juga ujian BTA (Baca Tulis Al-Qur’an) di sekolahku, karena aku lomba jadi aku ikut ujian susulan.
Lomba tersebut diadakan di Ancol, tepatnya Putri Duyung Cotage. Aku berangkat dari sekolah pukul 07.00 WIB, bersama dua orang guruku dan lima orang kakak kelasku. Aku berdoa semoga hari ini adalah hari keberuntungan bagi diriku. Acara lomba dimulai pukul 09.00 WIB, kami diberi waktu 2 jam 30 menit. Setelah lomba selesai kami dipersilahkan untuk makan siang.
            Ini adalah acara yang aku tunggu-tunggu, yaitu pengumuman. Pengumuman dibacakan ternyata aku tidak masuk peringkat 12 besar. Hatiku sedih dan kacau tapi semua ini aku terima dengan lapang dada.
            Aku gagal lagi. Sedihnya diriku, sampai air mataku berlinang. Aku menangis karena ini adalah kedua kalinya aku kalah dalam lomba. Aku dibujuk oleh guruku untuk tetap semangat. Tetapi aku masih sedih dan terus menangis. Tak peduli ada dimana, aku tetap menangis.
            Guruku membujukku untuk tidak menangis, beliau memberikanku semangat. Guruku menyuruhku untuk membuat sebuah cerita tentang kehidupan dramatisku. Aku mulai menghentikan air mata yang jatuh dipipiku. Mungkin saatnya aku untuk tetap semangat. Tuhan memang adil. Ada saatnya aku diatas dan ada saatnya aku dibawah.
            Kabar bahagia buatku. Ternyata, yang kalah jadi panitia lomba jamboree sanitasi. Senangnya diriku mendengar kabar ini. Mungkin ini adalah pengobat rasa sedih diriku. Kegagalan adalah kemenangan yang tertunda. Jadi kalau aku kalah anggap aja semua ini kemenangan yang tertunda dan menjadikan semua ini pengalaman. Menang kalah bukan suatu masalah. Semoga Tuhan mengirimkan lagi kemenangan itu untukku.
            Setelah lomba selesai kami pulang kembali ke sekolah. Di sekolah ibuku sudah menjemputku. Untuk kedua kalinya aku pulang tanpa membawa piala. Kecewa dan sedih mau diapain lagi semua sudah terlanjur. Mungkin aku harus terus berlatih menulis agar bisa menang.
                                                                      ***