Menunggu Lukisan Indah dari Tuhan
Dapat
dua piala besar dalam lomba Menulis Surat untuk Ibu Negara adalah lukisan
terindah yang Tuhan berikan untukku. Mungkin nggak ya, Tuhan kirim lagi
kemenangan untukku?
Aha, ada lomba menulis lagi. Kali
ini lomba menulis puisi. Seperti biasa, guru Bahasa Indonesiaku menyampaikan
informasi ini ke semua siswa di sekolahku. Siapa yang berminat diharapkan
segera mengirimkan tulisannya untuk diseleksi.
Aku
segera mengirimkan tulisanku. Aku nggak mau sia-siakan kesempatan ini. Aku
berlatih menulis puisi dengan sungguh-sungguh. Untuk persiapan lomba ini tuh
berat banget. Ada yang menghambat latihanku.
Aku
punya masalah dengan teman sekelasku. Awalnya, gara-gara mereka nggak pernah
mau kerja kelompok. Semua tugas kelompok selalu aku yang mengerjakan, tetapi
nilai kita sama. Enak di mereka nggak enak di aku ‘kan! Awalnya aku terima
mereka, tapi akhirnya aku nggak bisa terima.
Masalah ini semakin panjang. Dulunya
kita sahabatan tapi sekarang kita musuhan. Aku dan temanku sering berantem.
Karena aku yang nggak terima sikap mereka dan mereka juga nggak mau terima
sikap aku yang sekarang. Aku memilih pindah tempat duduk di depan jauh dari
mereka. Mereka nggak terima kalau aku pindah tempat duduk.
Mungkin mereka nggak pernah bisa
mengetahui keadaanku. Sampai akhirnya, mereka agak nggak suka kalau aku ikut
lomba puisi. Bahkan salah satu dari temanku sempat menyumpahi aku kalau lomba
kali ini aku nggak akan berhasil.
Aku
nggak tenang. Beban berat inilah yang mengganggu persiapan lomba. Aku selalu
memikirkan jalan keluar dari masalah ini supaya aku tidak terlarut dalam
masalah. Namun rasanya aku tak mampu. Akhirnya, aku mengadukan masalah ini
kepada ibuku. Ternyata, ibuku sudah mengetahui masalah ini.
Waktu lomba puisi tinggal dua hari
lagi masalahku belum selesai. Aku mengambil keputusan untuk mengundurkan diri
dari lomba. Karena tidak tega melihat anaknya seperti ini, ibuku mendatangi
sekolahan untuk bertemu dengan wali kelasku. Malamnya aku nggak sengaja
mendengar pembicaraan ibuku dengan wali kelasku. Ibuku meminta waktu kepada
wali kelasku untuk bertemu. Hari itu juga aku mengirimkan pesan singkat kepada
guru Bahasa Indonesiaku tentang aku yang mengundurkan diri dari lomba.
***
Siang
ini, saat pelajaran olahraga, aku dipanggil sama guru Bahasa Indonesiaku di
ruang guru.
“Kenapa
Kamu mengundurkan diri ?”
Aku
hanya bisa terdiam dan tertunduk.
“Kamu
punya masalah sengan siapa?”
Mendengar
pertanyaan tersebut mataku sudah tidak tahan dan akhirnya tumpah dalam
tangisan. Aku ceritakan semua persoalan yang sedang kuhadapi.Dengan kata-kata
bijaknya guruku memberikan semangat pada diriku.
“Kalau
kamu mundur yang ada temanmu menertawakanmu. Tandanya mereka berhasil membuat
Kamu mundur dari lomba kali ini”. Setelah aku berfikir sejenak, aku tidak akan
mengundurkan diri dalam lomba menulis puisi kali ini.
Di hari yang sama, ternyata ibuku
mendatangi sekolah untuk menemui wali kelasku. Hal yang tak kuduga sebelumnya.
Aku takut kalau masalah ini diketahui oleh wali kelasku nanti aku malah
dikatain anak tukang ngadu. Tetapi ibuku benar-benar mengadu. Kedatangan ibuku
tidak ada yang mengetahui. Setelah ibuku pulang, aku dipanggil sama wali
kelasku di ruang BP. Di ruang BP aku hanya bisa menangis. Mulutku terdiam nggak
bisa ngeluarin kata-kata. Beliau menyuruhku untuk tetap mengikuti lomba.
Kelima
temanku yang bermasalah denganku dipanggill di ruang BP. Kita mnyelesaikan
semua masala ini di ruang BP. Hasilnya maslah aku dengan temanku selesai.
Malamnya, aku berlatih menulis puisi
dengan sungguh-sungguh. Aku harus bisa buktikan kalau aku bisa juara meskipun
dalam keadaan seperti ini. Berat beban tubuh ini untuk melangkah tapi
kuringankan kaki ini untuk berjalan. Aku berfikir bahwa Tuhan tidak akan
mungkin memberikan cobaan di luar kemampuan umatnya. Kata ibuku “kalau kamu
mendapatkan cobaan, artinya Tuhan masih sayang sama kamu”.
Waktu lomba menulis puisi pun tiba.
Pagi-pagi sekitar jam 07.00 WIB, aku berangkat bersama kedua temanku dan satu
orang guruku. Kami berangkat dari sekolah menggunakan angkot 09 untuk menuju
gor Ciracas. pasti aku tidak akan menadaptkan juara dan aku tidak akan bisa
membawa pulang piala.
Aku
berangkat dengan perasaan takut dan cemas. Aku tidak yakin kalau lomba kali ini
diriku akan menjadi juara. Tetapi, perasaan itu seakan berubah ketika aku
sampai didepan gor tempat pelaksanaan lomba. Diriku berubah mennjadi semangat
banget.
Ruangan
gor dipenuhi para peserta, ada ratusan peserta yang mengikuti lomba gebyar
puisi. Peserta tersebut berasal dari berbagai penjuru di DKI JAKARTA. Lomba
yang sangat menegangkan.
Tema
lombanya adalah “Mencari Seorang Pemimpin Idaman”. Ada beberapa kategori yaitu,
balada, religious, dan humoris. Aku mengambil kategori “Religius”.
Setelah
upacara pembukaan dilaksanakan, lomba menulis puisi pun segera dimulai. Panitia
memberikan waktu dua jam. Waktu dua jam aku gunakan sebaik-baiknya untuk
membuat puisi yang bagus dan indah.
Pukul
12.00 WIB lomba selesai, hasil puisi dikumpulkan kepada panitia. Kami pergi meninggalkan gor menuju mall Graha
Cijantung untuk makan siang. Aku sangat tidak yakin dengan lomba kali ini,
pasti aku tidak akan menadaptkan juara dan
Saat
makan siang, aku sempat menulis status si akun twitterku “Nggak berharap dalam
lomba kali ini”.
Jam 14.00 WIB kami berempat kembali
ke gor. Pengumuman pun tiba. Ternyata pikiranku tadi itu benar, aku kalah
dalaam lomba kali ini. Pulang dengan rasa kecewa, sedih dan malu karena tidak
,membawa piala. Malu banget rasanya tapi mau gimana lagi aku memang kalah.
Malam
ini aku tidak bisa tidur, aku merasa malu karena pulang tidak membawa piala.
Hari yang benar-benar sial bagi diriku. Mungkin saat ini aku bukanlah sang
juara tapi di lain kersempatan pasti aku bisa menjadi sang juara. Besok siang
aku harus masuk sekolah.
Aku
berangkat sekolah dengan wajah pucat karena kondisi tubuhku yang melemah. Saat
sampai di sekolah teman-teman bertanya “Kemarin lombanya menang apa kalah?” Aku
hanya bisa diam dan tertunduk.
Aku berfikir buat apa aku malu? Aku
sudah bangga bisa jadi perwakilan sekolah. Hati kecilku berkata “Jangan sampai
masalah ini menghitakan langkahku perjalananku masih panjang”.
Kondisi tubuhku melemah parah. Aku
adalah anak yang paling sebel kalau disuruh minum obat, tapi kalau udah parah
semuanya aku bikin pusing. Dengan menuruti perintah ibuku, aku berobat kerumah
sakit.
Aku
mengikuti saran dokter untuk beristirahat satu hari untuk memulihkan kondisi
tubuhku. Akhirnya, hari Senin aku tidak masuk sekolah.
Kondisiku sudah mulai membaik. Aku
berangkat sekolah seperti biasa dan pulang seperti biasa. Dengan ketegaranku,
aku berhasil melewati hari-hariku. Aku kembali seperti dahulu menjadi anak yang
selalu ceria.
***
Satu bulan berlalu aku tidak
mengikuti lomba, aku akan mengikuti lomba kembali. Aku harus bisa membuktikan
kalau diriku belum menyerah.
Aku
akan mengikuti lomba karya tulis dengan tema “Sanitasi dan Pengamanan Air
Minum” yang diadakan oleh Kementrian Pekerjaan Umum (PU). Lomba kali ini aku
berharap agar bisa menjadi juara. Aku berlatih dengan guruku dengan
sungguh-sungguh.
Aku akan bangkit dari kekalahan. Aku
pasti bisa menjadi juara. Dengan niat dan kegigihan. Semoga Tuhan mengirimkan
lagi kemenangan ini untukku. Denagn persiapan yang sangat matang dan mental
yang kuat.
Setiap ikut lomba menulis aku selalu
menang. Tetapi, kemarin itu aku gagal jadi aku kaget. Dalam perlombaan pasti
ada menang dan kalah. Kalau terus-terusan menang, nanti kasihan orang lain. Tapi kalau kalah juga sedih.
Lomba kali ini harus semangat.
Dua minggu sebelum lomba aku beserta
peserta yang lain diajak untuk turun langsung kelapangan untuk melihat tempat
pengolah sampah di daerah DKI JAKARTA. Pertama, kami diajak ke Tempat Pemroses
Akhir (TPA) Bantar Gebang. Di TPA Bantar Gebang kiata diajari mengolah sampah
dengan baik. Tempat kedua yang kami kunjungi adalah Tempat Pengolahan Sampah
Terpadu (TPST) di komplek Angkatan Udara Halim Perdanakusuma. Di TPST sampah
dipilah yang diambil hanya sampah organik, sampah organic etrsebut dijadikan
pupuk kompos. Terakhir, kami diajak ke tempat Pengolahan Air Limbah di Setia
Budi. Lomba diundur yang awalnya tanggal 16 Mei menjadi tanggal 26 Mei. Masih
banyak waktu, aku harus berlatih lebih giat.
Hari ini tepatnya hari Sabtu tanggal
26 Mei 2012, aku melaksanakan lomba. Hari ini juga ujian BTA (Baca Tulis Al-Qur’an)
di sekolahku, karena aku lomba jadi aku ikut ujian susulan.
Lomba
tersebut diadakan di Ancol, tepatnya Putri Duyung Cotage. Aku berangkat dari
sekolah pukul 07.00 WIB, bersama dua orang guruku dan lima orang kakak kelasku.
Aku berdoa semoga hari ini adalah hari keberuntungan bagi diriku. Acara lomba
dimulai pukul 09.00 WIB, kami diberi waktu 2 jam 30 menit. Setelah lomba
selesai kami dipersilahkan untuk makan siang.
Ini adalah acara yang aku
tunggu-tunggu, yaitu pengumuman. Pengumuman dibacakan ternyata aku tidak masuk
peringkat 12 besar. Hatiku sedih dan kacau tapi semua ini aku terima dengan
lapang dada.
Aku gagal lagi. Sedihnya diriku,
sampai air mataku berlinang. Aku menangis karena ini adalah kedua kalinya aku
kalah dalam lomba. Aku dibujuk oleh guruku untuk tetap semangat. Tetapi aku
masih sedih dan terus menangis. Tak peduli ada dimana, aku tetap menangis.
Guruku membujukku untuk tidak
menangis, beliau memberikanku semangat. Guruku menyuruhku untuk membuat sebuah
cerita tentang kehidupan dramatisku. Aku mulai menghentikan air mata yang jatuh
dipipiku. Mungkin saatnya aku untuk tetap semangat. Tuhan memang adil. Ada
saatnya aku diatas dan ada saatnya aku dibawah.
Kabar bahagia buatku. Ternyata, yang
kalah jadi panitia lomba jamboree sanitasi. Senangnya diriku mendengar kabar
ini. Mungkin ini adalah pengobat rasa sedih diriku. Kegagalan adalah kemenangan
yang tertunda. Jadi kalau aku kalah anggap aja semua ini kemenangan yang
tertunda dan menjadikan semua ini pengalaman. Menang kalah bukan suatu masalah.
Semoga Tuhan mengirimkan lagi kemenangan itu untukku.
Setelah lomba selesai kami pulang
kembali ke sekolah. Di sekolah ibuku sudah menjemputku. Untuk kedua kalinya aku
pulang tanpa membawa piala. Kecewa dan sedih mau diapain lagi semua sudah
terlanjur. Mungkin aku harus terus berlatih menulis agar bisa menang.
***